Tentunya kita semua telah mengetahui akan hukum sebab akibat. Hukum timbal balik. Setiap aksi pasti akan ada reaksi. Hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar di dalam kehidupan kita.
Berarsitektur juga tidak dapat terlepas dari hukum sebab akibat. Proses desain yang berlangsung merupakan suatu perjalanan panjang dan rumit. Suatu pergulatan batin di dalam diri seorang desainer. Suatu kekacauan luar biasa yang terjadi di dalam alam maya.
Tulisan kali ini saya fokuskan pada salah satu cara desain arsitektur. Cara analitis. Pendekatan ini sering digunakan karena sejalan dengan logika dasar manusia. Segala sesuatunya mempunyai alasan. Alasan yang logis dan masuk akal.
Pada prinsipnya, selama desain kita masuk akal dan rasional, maka desain kita tersebut dapat lebih diterima oleh orang banyak. Katakanlah sebagai contoh : Pada suatu ketika, dalam proses desain kita membuat jendela rumah agak besar. Mengapa begitu? Karena kita mempunyai tujuan agar bagian dalam dari rumah tidak gelap. Cahaya dapat masuk dan menerangi bagian dalam rumah. Logis dan rasional.
Beberapa rekan senior saya lebih suka mengunakan hal analitis seperti di atas dalam menghadapi klien. Dengan menyampaikan secara analitis, klien dapat lebih diarahkan. Mereka dapat memahami bahwa desain yang kita bawa ke mereka mempunyai arah yang logis.
Contoh :
Mengapa anda mendesain kusen jendela dari aluminium?
Karena pada bagian jendela tersebut sering terkena sinar matahari. Jadi dari pada lapuk kita sarankan menggunakan aluminium khusus untuk bagian jendela tersebut.
Mengapa sosoran atapnya tidak diperpanjang hingga 2,5m?
Karena bentangan beton normal biasanya sampai 1,5m. Bila lebih dari itu bisa saja, namun tidak sepadan dengan biaya yang dikeluarkan. Besi yang dibutuhkan lebih banyak, tinggi balok menjadi besar dan menghabiskan ruangan di bawahnya.
Pendapat atau reason desain di atas merupakan suatu jalan pikir logis analitis. Pada umumnya cara ini digunakan bila si desainer cenderung “Berotak kiri”, atau sedang dalam konsepsi “politis” untuk menghindari debat dengan klien.
Saya kira klien tentunya akan realistis bila dihadapkan pada pilihan sosoran 1,5m atau 2,5m tapi memakan biaya yang lebih banyak (seperti pada contoh di atas). Klien juga pasti akan maklum bila alasan kita adalah faktor durability dalam pemilihan material kusen jendela (pada cerita di atas).
well, itu hanyalah salah satu warna dari metoda desain arsitektur dan pola “marketing” arsitektur. Tentunya jangan dibandingkan dengan pola pikir otak kanan yang sangat dinamis dan penuh spontanitas. Ini hanyalah satu warna diantara spektrum yang ada.
Semoga dapat menambah wawasan.
sumber : http://erwin4rch.wordpress.com/2009/02/20/desain-analitis/