Saturday, February 26, 2011

PERAN RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MASA DEPAN PERKOTAAN

Ruang Terbuka Hijau (RTH) memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutama terkait dengan merancang masa depan perkotaan. Untuk mewujudkannya, tiga pilar utama, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial harus saling bersinergi. Direktur Penataan Ruang Wilayah I Bahal Edison Naiborhu mengatakan hal tersebut dalam Dialog Tata Ruang Bersama Ditjen Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum (PU) di Radio Trijaya FM Jakarta, Rabu (7/10).

Saat ini, kota Jakarta hanya memiliki RTH sebesar 9 persen dari 30 persen (20 persen publik dan 10 persen privat) yang diamanatkan dalam Undang-Undang Penataan Ruang (UUPR) No. 26 Tahun 2007. Sehingga perlu inovasi dalam pembangunan perkotaan untuk menciptakan RTH melalui pengembangan taman dan penataan saluran serta sungai, imbuh Edison.

Edison menambahkan, penyebab minimnya RTH di daerah perkotaan disebabkan oleh tidak tegasnya regulasi atau peraturan yang mengatur ketentuan penyediaan RTH, adanya demand yang tinggi dari masyarakat untuk membangun, pola pembangunan yang cenderung horizontal, dan hilangnya budaya menanam dari masyarakat perkotaan.

“Bila penyebab-penyebab tersebut dapat diperbaiki, diharapkan RTH akan semakin tersedia dalam jumlah yang maksimal dan nantinya masa depan perkotaan kita akan semakin terjamin,” tegas Edison.

Di kesempatan yang sama menanggapi hal tersebut, Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya Joessair Lubis mengatakan, kondisi RTH di kota-kota besar di Indonesia cenderung menurun, baik kuantitas maupun kualitasnya. Sebagai contoh di kota Surabaya, data Peraturan Daerah (Perda) No. 3 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah kota Surabaya 2013 menyebutkan, pada Desember 2006 RTH yang dimiliki kota ini sebesar 299,29 Ha (0,83%) dari yang seharusnya 15 persen atau kisaran 4895 Ha. Hal ini juga berlaku di Semarang maupun kota besar lainnya, bahkan Jakarta diibaratkan dalam kondisi yang mengkhawatirkan, ujar Joessair.

Guna mengatasi hal ini, dalam membangun hendaknya memperhatikan Undang-Undang Bangunan Gedung No. 28 Tahun 2002. Dalam UU ini diberlakukan asas keseimbangan dan keserasian. Yang dimaksud dengan asas keseimbangan adalah menjaga ekosistem lingkungan, sedangkan keserasian adalah memperhatikan aspek lingkungan sekitar. Selain itu, UU ini juga mengatur tentang ketentuan kepadatan bangunan, arsitektur, dampak lingkungan, pemilikan lahan oleh pihak swasta, dan mekanisme ijin pendirian bangunan yang harus memperhatikan koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan koefisen daerah hijau, sebagai perangkat kendali utama bagi masyarakat atau swasta dalam membangun.

Selain melihat dari sisi peraturan atau regulasi yang ada, peran Pemda dalam mengakomodir ketentuan teknis bangunan gedung ke dalam Perda juga harus ditingkatkan. Hal ini sebagai upaya untuk merencanakan masa depan perkotaaan disamping terus mengkaji ulang kualitas dari perencana kota yang realistis bukan idealis futuristik.


Perlunya Inovasi Dalam Penyediaan RTH

RTH memiliki fungsi beragam, baik dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial, seperti menjaga iklim atau temperatur, wahana rekreasi, dan menghasilkan tanaman produktif. Sehingga untuk menjaga ketersediaan RTH diperlukan kesadaran stakeholder, baik itu Pemerintah Pusat dan Daerah, pelaku ekonomi atau developer, serta masyarakat, ungkap Edison.

Ditambahkannya, upaya yang dapat dilakukan untuk menekankan pentingnya RTH, antara lain kampanye atau sosialisasi penyediaan RTH kepada masyarakat baik di lingkungan rumah atau sekitarnya, himbauan Pemerintah kepada swasta untuk menyediakan RTH dalam skala yang lebih besar, pemberian kompensasi kepada kelompok masyarakat yang telah menggalakan gerakan penghijauan, mengembangkan inovasi-inovasi pembangunan perkotaan, dan penanaman pendidikan tata ruang sejak dini, jelas Edison.

Senada dengan Edison, Joessair memaparkan, kualitas RTH sangat ditentukan oleh stakeholder. Diperlukan konsistensi dari stakeholder dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan peran masing-masing. Yakni dari sisi Pemerintah, diperlukan ketegasan penegakan hukum, sisi masyarakat adalah menumbuhkan kesadaran dan memahami akan arti pentingnya RTH, serta dari sisi swasta, yaitu mengikuti aturan yang telah ada terutama dalam pendirian bangunan dan mengembangkan inovasi penataan ruang, dimana orientasi bukan semata-mata kepentingan ekonomi namun harus memperhatikan aspek lingkungan.

RTH sebagai salah satu unsur masa depan kota kita, perlu diselamatkan, dipulihkan bila ada yang sudah rusak, dan dijaga kondisinya yang masih baik. “Untuk mewujudkannya, semua stakeholder harus sepakat dalam menyusun rencana atau mendesain RTH sesuai dengan kebutuhan kota, konsisten melaksanakan dan mengendalikan sesuai pertauran yang ada,” tandas Edison.


Sumber:
http://www.pu.go.id/index.asp?site_id=001&news=ppw081009gt.htm&ndate=10/8/2009%203:14:42%20PM



Entri Populer